Proses pembakaran sate bandeng yang dilakukan secara manual oleh pegawai toko sate bandeng(19/10)
Asal-usul Sate Bandeng, Kuliner Khas Tanah Jawara
Jika berkunjung ke Banten tak lengkap rasanya bila tak membawa buah tangan untuk diberikan ke sanak saudara ataupun kawan sejawat. Provinsi yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat ini memiliki kuliner yang khas untuk dijadikan oleh-oleh yaitu Sate Bandeng. Namun, sate bandeng ini berbeda dari sate-sate pada umumnya, jika sate pada umumnya menggunakan daging ayam atau kambing, lain halnya dengan sate bandeng. Sesuai dengan namanya, sate bandeng ini menggunakan ikan bandeng sebagai bahan dasarnya. Dalam penyajiannya pun berbeda, sate bandeng tidak menusukkan daging ikan satu persatu ke dalam sebilah bambu, tapi menyajikannya secara utuh dalam bentuk satu ekor ikan bandeng, dijepit dua batang kamitan bambu lengkap dengan kulit, daging dan sirip, namun tanpa duri.
Dilansir dari Arsip provinsi Banten, kehadiran sate bandeng sebagai makanan khas di daerah pesisir sebenarnya cukup unik karena agak bertentangan dengan dinamisasi masyarakat pantai yang serba cepat. Menurut antropolog dan ahli Banten, Drs. Halwany Microb (alm.), sate bandeng yang disiapkan dengan waktu cukup lama, hal tersebut bertentangan dengan karakter nelayan yang ingin serba cepat.
Dirunut dari sejarahnya, makanan yang biasa disantap masyarakat Banten berasal dari dua kelompok besar masyarakat. Pertama adalah masyarakat Coastland yang tinggal di pesisir dan kedua adalah masyarakat Hinterland yang tinggal di pegunungan. Contoh makanan masyarakat pantai adalah nasi liwet yang dihidangkan jauh lebih cepat daripada nasi karon yang biasa dimakan masyarakat pegunungan. Dari segi geografi wilayah, kehadiran sate bandeng tak lepas dari pengaruh munculnya tanah-tanah sedimen di sekitar Pantai Utara Banten yang landai. Tanah-tanah sedimen yang gembur cocok untuk pengembangbiakan ikan bandeng. "Oleh sebab itu di Banten Selatan yang berpantai karang dan agak terjal serta banyak mengalami abrasi, sate bandeng tidak dikenal," ujar Halwany dalam bukunya yang berjudul "Banten dari Masa ke Masa".
Dalam kajian antropologis yang bisa dicatat, kehadiran sate bandeng berawal sejak abad ke-18 pada masa Islam, sekitar tahun 1711, ketika Banten pada masa pemerintahan Sultan Abul Zainul Abidin. Pada waktu itu, Sultan menerima tamu dari Belanda, Cornelis de Bruin, di Situ Tasikardi-Banten Lama, sekarang yang dipakai sebagai tempat pembibitan ikan.
Tamu Belanda yang datang tepat pada hari Maulid Nabi ini menanyakan apa makanan khas Banten. Sultan yang ingin menghormati tamunya kemudian memerintahkan semua makanan yang biasa disantap pada hari Maulid Nabi dikeluarkan, termasuk sate bandeng. Konon, de Bruin heran ketika menyantap sate bandeng. Ia heran, pertama karena bandeng yang biasanya beraroma lumpur, jadi harum dan sangat gurih. Kedua karena bandeng yang dihidangkan tidak ada durinya.
Sejak saat itu, menurut Halwany, sate bandeng makin spesifik sebagai makanan khas perayaan hari-hari besar agama Islam di Banten. Tidak saja saat peringatan Maulid Nabi, tapi juga Idul Fitri. Halwany juga menambahkan bahwa agaknya sate bandeng awalnya memang tidak disiapkan untuk makanan sehari-hari masyarakat pantai yang ingin serba cepat. Sate bandeng rupanya mula-mula disiapkan untuk menghadapi parade makanan pada waktu perayaan Maulid Nabi.
Predikat sate bandeng sebagai makanan khas Banten makin lama makin kokoh, terjadi perubahan dalam proses penyajiannya dari masa ke masa. Karena dianggap sebagai salah satu kuliner yang memiliki cita rasa yang tinggi, Dinas Pariwisata terus mempopulerkan sate bandeng tersebut untuk kemudian ditetapkan menjadi salah satu kuliner yang dapat dijadikan buah tangan dari Banten.
Pengemasan Sate Bandeng Dulu dan Kini
Beda dulu beda kini, sate bandeng makin banyak diminati oleh masyarakat local maupun pengunjung dari luar daerah ataupun kota. Semenjak ditetapkannya sate bandeng sebagai kuliner khas Banten tentu membuat penjualnya memutar otak untuk bagaimana cara mengemasnya.
Dulu, sate bandeng dipopulerkan hanya dari mulut ke mulut, namun seiring dengan berkembangnya zaman, sate bandeng kini dipopulerkan di berbagai linimasa pemilik toko yang menjajakan sate bandeng sebagai kuliner khas Banten. Pengemasan date bandeng pun dulu cukup sederhana, hanya dengan menggunakan pembungkus koran dan daun pisang.
“Kalo untuk pengemasan dulu kita belum pake kardus yah, masih pake koran. Plastik yang ada nama brandingnya pun kita belum punya, masih polos begitulah kira-kira.” Jelas Ari, salah satu penjual Sate Bandeng.
Kini para penjual sate bandeng sudah menggunakan kemasan kardus khusus yang memiliki brand toko mereka masing-masing.
Selain disantap dan dinikmati sendiri atau sebagai buah tangan, sate bandeng juga kerap dijadikan makanan di acara-acara pernikahan. Pengemasan untuk acara pernikahan pun menawarkan dua cara pengemasan berbeda, yang pertama menggunakan kemasan kardus yang biasa diberikan untuk oleh-oleh tamu undangan dan yang kedua langsung disajikan di meja prasmanan.
“Kan sate bandeng itu ada tusukannya, biasanya untuk prasmanan si pemesan meminta kita untuk mencabut tusuk satenya, karena jika pelanggan sendiri yang mencabut tusuknya nanti sate bandengnya akan rusak.” Tambah Ari menjelaskan.
Beda Toko, Beda Pula Ciri Khasnya
Dengan meningkatnya minat atas sate bandeng, membuat beberapa masyarakat kota Serang memilih menjual sate bandeng sebagai buah tangan bagi para pengunjung yang ingin kembali pulang ke daerahnya masing-masing.
Di Provinsi Banten khususnya kota Serang, banyak toko berjejeran menjual berbagai macam oleh-oleh khas Banten, salah satunya sate bandeng. Salah satunya toko Rizkal yang terletak di Penancangan Kota Serang
Ciri khas sate bandeng di toko ini adalah sate bandeng tersebut di jual dalam etalase kaca, dengan cara mendirikan kepala ikan dan diberi dudukan dari potongan pelepah pisang.
“Sate Bandeng dipajang dalam etalase supaya pembeli dari luar kota dapat dengan mudah mendapatkan sate bandeng ini”. Ujar Ayu selaku penjaga toko Rizkal.
Selain itu, Sate Bandeng di pajang dalam etalase tertutup supaya menghindari kontak dengan serangga atau udara terbuka yang dapat menurunkan kualitas dan rasanya.
Lain halnya dengan toko sate bandeng Hj. Mariyam, toko ini masih mempertahankan cara pengolahan manual dan menggunakan alat penggiling dalam proses pembuatannya.
“Kalau sate bandeng Hj. Mariyam masih menggunakan manual ya supaya masih terjaga rasanya, orang-orang pun tau mana rasa yang enak.” Ujar Ari, penjaga toko Hj. Mariyam.
Menikmati Sate Bandeng dengan Memasaknya Sendiri
Jangan khawatir jika bosan dengan rasa yang disajikan penjual toko sate bandeng, anda dapat membuatnya sendiri dirumah. Selain cara yang cukup mudah, bahan yang diperlukan pun sangat mudah didapatkan di pasar pada umumnya.
Untuk membuat sate bandeng, anda perlu menyiapkan bahan-bahan berikut: poya kelapa, santan kental, daun pisang, bawang merah, bawang putih, minyak sayur, ketumbar, lada dan garam.
Setelah bahan telah lengkap disiapkan, hal pertama yang harus di lakukan adalah membersihkan bandeng, insang dan kotorannya melalui saluran insang, namun jangan sampai merobek perut ikan. Kemudian pukul-pukul perut ikan dengan punggung pisau hingga ikan memar, patahkan duri ikan di bagian ekor kemudian tarik durinya melalui lubang insang dan ambil dagingnya.
Setelah daging ikan bandeng berhasil diambil, buanglah duri halusnya, campur daging ikan dengan poya kelapa, santan kental, ketumbar, lada dan garam.
Aduk rata daging ikan bandeng dengan bumbu yang sudah disiapkan, lalu goreng bawang merah dan bawang putih hingga kekuningan, terus kan menggoreng hingga kecoklatan, dan angkat.
Campurkan bawang merah dan putih yang telah matang kedalam adonan daging bandeng, setelah itu aduk rata.
Langkah selanjutkan setelah adonan ikan bandeng telah bercampur bumbu, maka masukkan adonan tersebut ke dalam rongga kulit ikan melalui insang hingga menyerupai ikan semula. Lakukan pada kedua bagian sisi ikan, kemudian gapitkan ikan isian ke bumbu dari kepala hingga ekor. Setelah itu, lumuri kulit ikan dengan minyak goreng dan garam, bungkus dengan daun pisang dan bakar hingga ikan matang kecoklatan.
“Setelah sate bandeng matang, dapat dihidangkan dengan sambal dan lalap agar lebih lengkap lagi” Ujar Eti salah satu pemilik toko sate bandeng.
(Penulis: Agnes)