Museum Situs Kepurbakalaan Banten
Lama tampak depan. Terletak di kawasan Banten Lama, Desa Banten Kecamatan
Kasemen. (foto; IndonesiaKaya.com)
SERANG - Kejayaan
Kesultanan Banten mencapai masa keemasannya pada abad 16 hingga abad 17. Kini,
cerita Kesultanan Banten hanya tinggal sejarah namun kejayaan dan
peninggalannya masih dapat dilihat di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Terletak di kawasan Banten Lama, tepatnya Desa Banten, Kecamatan Kasemen,
Museum Situs Kepurbakalaan berjarak sekitar 12 km arah utara dari pusat Kota
Serang.
Terdapat meriam Ki
Amuk yang terbuat dari tembaga dengan panjang 2,5 m pada halaman museum. Meriam
ini merupakan hasil rampasan dari tentara Portugis yang dikalahkan dalam perang
saat ingin menguasai Banten. Selain meriam, peralatan penggilingan tebu untuk
pembuatan gula pun masih berdiri kokoh di halaman.
Meriam
Ki Amuk yang terdapat pada halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Berbagai hiasan
pintu gerbang Keraton Surowsowan yang terbuat dari batu berjejer yang diukir.
Adapula reruntuhan gerbang keraton yang terbuat dari batu karang dipagari guna
menjaga dari hal yang dapat merusak benda bersejarah ini.
Tepat di pintu
masuk, terlihat 2 gerabah berukuran besar yang merupakan hasil kerajinan tangan
masyarakat Banten. Walau gerabah terlihat retak dan terdapat tambalan, gerabah
ini masih memperlihatkan sisa-sisa kejayaan zaman Kerajaan Banten Lama.
Silsilah raja-raja
dari kesultanan Banten Lama dipajang di sebelah kanan pintu, serta patung sapi
peninggalan kebudayaan masyarakat Hindu jauh sebelum Islam ada di Indonesia.
Terdapat pula
miniatur wilayah Banten Lama yang menjelaskan kejayaan Kesultanan Banten lewat
Pelabuhan Karangantu. Berdasarkan informasi dari pemandu Museum yang juga
menjabat sebagai koordinator museum ini bahwa, jauh sebelum Singapura maju,
Banten telah berjaya dengan Pelabuhan Karangantu sebagai satu-satunya Pelabuhan
di Asia Tenggara yang menjadi pusat para pedagang dari berbagai Negara.
Selain itu,
alat-alat pertanian yang digunakan untuk bercocok tanam pun masih tersedia. Ada
pengampul pancing yang terbuat dari timah, serta uang logam kuno. Di sudut
ruangan terdapat patung manusia dalam lemari kaca. Patung tersebut tengah
memperagakan cara menyuling emas dengan alat tradisional pada abad ke-16.
Berdekatan dengan
patung tersebut, dipamerkan juga berbagai perabotan rumah tangga yang terlihat
antik ini yang mana perabotan seperti piring, gelas, dan mangkuk terbuat dari
keramik peninggalan masyarakat Cina yang bermukim di Banten.
Tersimpan sebuah
mesin cetak pada satu ruangan khusus yang digunakan untuk mencetak uang secara
manual pada tahun 1900-an. Terpasang pula contoh-contoh uang kertas yang
digunakan sebagai alat tukar pada masa itu.
Tak hanya itu,
memang masih banyak sekali benda-benda peninggalan Kerajaan Banten Lama. Sebuah
rumah adat suku Baduy pun dipamerkan disana. Yang mana Baduy adalah sebuah
rumah adat suku yang bermukim di pedalaman Banten. Mereka membatasi diri dari
peradaban modern untuk melestarikan adat leluhur. Oleh karenanya, hampir
seluruh bagian dari rumah adat Baduy ini terbuat dari bambu, hanya saja atapnya
terbuat dari daun aren.
Rupanya rumah adat
Baduy bukanlah hal terakhir yang dilihat sebelum keluar dari museum. Masih
terpajang sebuah lemari kaca yang didalamnya tersimpan bacaan khutbah Jumat
yang dicetak dan terbuat dari tembaga. Dengan adanya cetakan khutbah ini
tentunya semakin menegaskan bahwa Banten Lama adalah kerajaan yang bernuansa
islami pada abad ke-16 itu. (MIT)