Ilustrasi gambar: Penolakan Kekerasan dan pornografi di indonesia
(jogja.tribunnews.com)
SERANG-
Kekerasan dan pornografi kerapkali hadir di media sosial, terlebih lagi remaja.
Mereka mengekspos konten yang tidak seharusnya ditampilkan oleh masyarakat.
Kota Serang yang seringkali dipanggil sebagai Kota Serang Madani terkadang ada
yang tidak memberikan etiked baik dengan kata-kata maupun pos di media sosial yang
tak senonoh. (9/5)
Remaja
seharusnya diberikan edukasi mengenai literasi media untuk menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat, khususnya di Kota Serang. Terlebih media social sulit
sekali dilacak oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk diberhentikan kontennya
agar tak lagi dapat di akses.
Media
sosial seperti youtube misalnya, dalam penyebarannya yang luas dan sulit
terlacak banyak bertebaran di media sosial dengan isi video yang tidak
seharusnya dilihat. Terkadang tidak ada pengaman dan batasan umur untuk
pengaksesannya, sehingga banyak remaja yang masih belia dapat membuka
video-video tersebut dengan sangat mudah.
“Banyak
sekali konten-konten video di youtube misalnya yang isinya tidak
seharusnya ditampilkan di masyarakat, khususnya remaja. Lihat saja kadang tidak
ada batasan umur jadinya banyak anak-anak yang masih kecil-kecil bisa akses di
internet,” ujar Bripda Sudarno.
Dalam
Undang-undang disebutkan kasus pornografi tertera pada pasal
4 dan 29 UU/2008 Pornografi. Dalam pasal itu disebutkan setiap orang dilarang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarakan, memperjualbelikan, menyewakan atau
menyediakan porografi secara eksplisit, membuat persenggamaan, termasuk
persengamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi dan onani,
ketelanjangan atau tampil yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau
pornografi anak.
“Miris
memang melihat masyarakat dan remaja yang mungkin tidak mengetahui batasannya,
kadang ada aja kan yang kena. Mengekspos kekerasan dan pornografi di media sosial,
kaya kasusnya ariel dulu. Dia masuk penjara kan terusnya. Tapi sekarang sih di
media sosial ada yah yang namanya laporkan, nah itu diharapkan kalau ada konten
yang tidak seharusnya dapat dilaporkan agar dapat ditindak, entah itu akunnya
diberhentikan atau di banned,” lanjut Bripda Sudarno.
Sifat
remaja yang masih mencari jati diri tertanam kuat dalam masyarakat, karena
itulah terkadang dalam pengembangannya menuju dewasa ia terus disuguhi oleh
hal-hal yang tidak layak ditampilkan dan dilakukan.
“Saya
juga kadang suka liat di youtube gitu ada aja konten yang ga manfaat gitu kaya
porno sama kekerasa. Kadang kan kita searchnya
apa yang keluar apa. Menurut saya dari situtuh bisa merusak anak, kan kadang
mereka yang harusnya masih belum ngerti tapi udah ngerti lewat tontonan itu,”
ujar Natika, mahasiswi Unsera. (UVI YOURNALISTIC)