Sejumlah tokoh dan pemateri
dalam seminar kebangkitan nasional berfoto bersama sambil berpegang tangan
sebagai simbol persatuan NKRI usai acara di Auditorium Untirta (19/5).
SERANG - Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, ideologi Pancasila merupakan ideologi terbaik
bagi bangsa Indonesia yang mempunyai beragam suku dan agama di dalamnya,
meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim. Upaya
sebagian ormas yang ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi khilafah tentunya
tidak bisa lagi ditolerir ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk dengan
sifat toleransi kebhinekaan, pernyataan tersebut diucapkan oleh para pemateri
dalam seminar kebangkitan nasional pada Jumat (19/5).
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama
(PBNU), Marsudi Syuhud mengatakan bahwa PBNU ikut serta dalam mendirikan negara
Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila. Ia pun
menegaskan bahwa tidak ada sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan
Al-Qur’an dan menekankan kepada seluruh masyarakat Indonesia begitu pentingnya
untuk menjaga persatuan dan kesatuan satu sama lain.
“Negara di Timur Tengah sana belajar
kepada NU mengapa negara yang mayoritas penduduknya muslim tetapi landasannya
Pancasila. Ini dia yang patut kita banggakan dari Indonesia, mampu menyatukan
keberagaman yang ada. Bagi mereka yang ingin mengganti ideologi Pancasila, saya
jawab toh sila-sila Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Mana sila yang bertentangan
dengan Al-Qur’an, sini tunjukkan ke saya ! Yang paling penting adalah bagimana
kita menjaga persatuan dan kesatuan. Karena ketika persatuan tersebut tidak
ada, maka satu sama lain akan melakukan suatu hal yang meretakkan bangsa,” jelas Ketua PBNU,
Marsudi Syuhud.
Menanggapi berkembangnya organisasi yang
menentang Pancasila, Wakil Ketua Persatuan Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU)
Banten justru mempertanyakan kembali mengenai khilafah mana yang bisa menjadi
pemimpin, karena menurutnya khilafah itu sudah habis dan sudah tidak ada dan
beliau berpendapat bahwa ada konsep yang tidak diketahui oleh ormas penentang Pancasila,
yaitu mengenai konsep paham beda dan beda paham.
“paham beda dan beda paham itu,
nasionalisme diartikan sebagai fanatisme kebangsaan karena dianggap sebagai
bagian dari bentuk Asyobiyah atau
kesukuan golongan, nah hal tersebut
yang tidak boleh bahkan haram. Agama dan nasionalisme itu dua kutub yang tidak
berseberangan bahkan keduanya
saling menguatkan,” tutur Wakil Ketua PWNU, Thoha Sobirin.
Sementara itu Rektor Untirta, Sholeh Hidayat, berpendapat
bahwa solusi dengan adanya sekelompok ormas yang ingin mengganti landasan
negara Pancasila menjadi khilafah, adalah dengan cara mahasiswa dan masyarakat
pada umumnya harus mengerti sejarah, meningkatkan pengetahuan dan bertanya
kepada ahli, serta kembali menguatkan 4 pilar kebangsaan yakni UUD 1945,
Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. (TDR/NBL/YOURNALISTIC)