Nama
lengkap saya Devi Ula Sartika. Dirumah, saya biasa dipanggil dengan sapaan devi.
Sedangkan teman-teman saya memanggil saya dengan sapaan Devi, Devi Ula atau
Ulala.
Saya
terlahir normal pada 30 September 1997. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Bapak
saya bernama Rupandi dan mamah saya bernama Habsoh. Saya hidup dalam lingkungan
keluarga yang penuh kasih sayang, sederhana dan harmonis. Dan saya sangat
bersyukur memiliki mereka. Saat ini Bapak saya bekerja sebagai Security di
salah satu perusahaan di Tangerang, dan mamah saya seorang ibu rumah tangga
yang senantiasa menjaga dan merawat anak-anaknya dengan penuh cinta.
Saya
tinggal bersama orang tua saya di Kampung Talaga RT 01/01 Desa Talaga Kecamatan
Cikupa Kabupaten Tangerang. Saya mempunyai satu kakak kandung perempuan bernama
Annisa dan satu adik laki-laki bernama Tanny.
Sekarang
kakak saya sedang menjalani kuliah semester akhir jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris di Universitas Syekh Maulana Yusuf (UNIS) Tangerang, dan tanggal 4
Oktober 2017 nanti dia akan diwisuda. Usia saya dengan kakak saya tidak terpaut
jauh, hanya 2 tahun. Dan itu bisa menjadi penyebab kita sering berantem kaya
anak kecil rebutan mainan. Dia memiliki kulit yang putih, rambut yang lurus,
mata yang sipit dan memiliki tinggi 142 cm.
Muhammad
Muhtadi Al Bantani, adik saya yang berjenis kelamin laki-laki saat ini berusia
2 tahun, dia terlahir dengan pautan umur yang sangat jauh dari kami, jika
dengan kakak saya berbeda 19 tahun dan saya berbeda 17 tahun. Kehadirannya
begitu mengejutkan di keluarga kami, namun dibalik itu kehadirannya mampu
memecahkan keheningan di rumah yang amat sederhana ini.
Saya
memiliki hobi bermain game dan sangat menyukai permainan bulu tangkis, dan
sewaktu saya kecil saya memiliki impian menjadi seorang pemain bulu tangkis
muslimah.
Riwayat pendidikan
Saya
memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN Talaga II pada umur 6 tahun. Hal yang
masih saya ingat, ketika saya kelas 1 SD saya mengalami kesulitan menulis huruf
sambung (latin) dengan situasi ruang kelas yang sudah mulai sepi, karena
teman-teman saya satu per satu telah selesai menulisnya. Lalu saya menangis dan
guru saya bernama Ibu Dedeh mendampingi dan mencoba untuk menenangkan saya.
Ketika
saya duduk di kelas 3 SD, untuk pertama kalinya saya mendapat peringkat ke 3.
Hal itu diluar perkiraan saya, dan tidak pernah saya lupakan karena saat
nama-nama yang juara disebutkan kami dipersilahkan naik ke panggung yang saat
itu pula sedang berlangsung perpisahan kelas 6. Saya sangat merasa senang saat
itu.
Setelah
menyelesaikan sekolah dasar saya melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah
Nurul Ilmi Cikupa. Sewaktu awal masuk saya berkeinginan bisa menjadi anggota
OSIS, namun 2 kali dibuka pendaftaran dan interview, saya tidak pernah lolos
dan membuat saya merasa kecewa. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat saya
bersekolah.
Saya
sangat menyukai hafalan dan hitung-hitungan, dan setiap ada pelajaran hafalan
saya selalu maju pertama. Menjadi juara umum ke 2 di MTs, begitu pengalaman
terbaik dalam hidup yang tidak pernah saya lupakan, karena saya mendapat
beasiswa seperti gratis SPP selama 6 bulan. Ketika saya menyampaikan kepada
kedua orang tua saya, saya berharap mereka bangga di balik rasa terharunya
kepada saya.
Masa
di MTs pun telah berlalu, hal yang tidak pernah terfikirkan oleh saya adalah
melanjutkan SMA ke pondok pesantren. Ya, itu murni keinginan orang tua. Dan
diluar harapan saya. Namun saya yakin tidak ada yang sia-sia dengan pilihan
orang tua. Saya melanjutkan pendidikan di Yayasan pondok pesantren modern Babus
Salam di daerah Kota Tangerang. Suatu tempat yang begitu indah di pandang,
pemandangan yang baru dan berbeda dengan sekolah SMA di luar.
Di mulai santri dibangunkan jam 4 pagi untuk
mempersiapkan solat subuh berjamaah dan mengaji al-qur’an maupun kitab kuning.
Setelahnya ada piket, ada yang piket kamar, kelas, halaman, buang sampah dan
lainnya. Tepat pukul 7 pagi, kami selalu kumpul untuk berdoa bersama sebelum
belajar, yang disambung kultum dari perwakilan ustad maupun ustazah dengan
menggunakan 2 bahasa yaitu Arab dan Inggris.
Seluruh
santri wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris, tidak diperbolehkan berbicara
menggunakan Bahasa Indonesia. Setelah jam normal sekolah tepat pukul 1 kami
selalu menunaikan ibadah solat dzuhur maupun ashar secara berjamaah yang
setelahnya ada jadwal makan. Lalu pukul 16.30 persiapan untuk solat magrib
berjamaah, mengaji, solat isya berjamaah, waktu belajar dan jam 22.00 santri
diwajibkan sudah tidur.
Tiga
tahun menjalani kehidupan di pesantren, bagi saya pondok merupakan rumah kedua
yang layak untuk saya huni. Suara bel yang tidak pernah berhenti setiap jamnya,
gebrakan dari pengurus (OSIS) untuk solat berjamaah, antrian di kamar mandi,
antrian mengambil nasi. Mungkin bagi yang tidak terbiasa sangat tidak nyaman,
namun saya selalu menikmatinya meskipun kadang jenuh. Saya rasa itu hal yang
wajar.
Dan,
saat ini saya menjalani pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
jurusan Ilmu Komunikasi, suatu hal yang tidak pernah saya rencanakan dan begitu
kaget mendengar lolos jurusan yang saya tidak ketahui apa basicnya. Menerima
pilihan karena nasihat dari orang tua, guru dan teman yang sangat mensuport
saya untuk mengambil kuliah di Untirta. saya yakin, tidak ada pilihan yang
sia-sia, begitupun dengan takdir Allah yang telah tertulis. Saya mampu
melewatinya.