Kamis,
31 Agustus 2017 menjelang senja, menggema suara takbir dimana-mana. Ternyata
esok merupakan hari lebaran umat muslim, yakni Idul Adha 1438 Hijriah. Perayaan
Idul Adha disambut suka cita oleh umat Islam. Hari tersebut diperingati sebagai
hari ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya, Ismail, atas perintah
Allah SWT. Ismail kemudian digantikan oleh-Nya dengan seekor domba.
Matahari
pagi belum begitu terang, tetapi tak menyurutkan semangat ribuan masyarakat
beragama Islam berbondong-bondong menuju kawasan pondok pesantren Darussalam
untuk melaksanakan ibadah Shalat Ied. Begitu tiba, mereka berbaris pada
shaf-shaf yang disediakan, tertunduk sambil mengumandangkan takbir. Benar-benar
nikmat, ibadah berjalan dengan khidmat. Setelah shalat ied selesai, para jamaah
kembali ke rumah, menyantap ketupat. Kemudian menyaksikan pemotongan hewan
kurban yang nantinya akan dibabat.
Penyembelihan
hewan kurban bukan tanpa syarat. Terdapat beberapa aturan, yaitu yang pertama
mengenai hewan kurban. Hewan yang dikurbankan bisa sapi atau kambing, berjenis
kelamin jantan dan dalam kondisi sehat. Kedua, orang yang berkurban ialah orang
yang mampu dan berkecukupan untuk melakukan kurban. Orang yang berkurban
hendaknya memakan sebagian dari hasil sembelihannya, sebagian lainnya diberikan
kepada orang yang membutuhkan dan saudaranya. Ketiga, waktu penyembalihan yaitu
mulai setelah shalat Idul Adha sampai tiga haris setelahnya.
Takbir
kembali berkumandang, kata Bismillah diucapkan dengan pelan. Mata pisau telah
tepat diatas leher hewan pertama yang akan disembelih, sapi berbobot kurang
lebih 80kg. Dengan bantuan 10 orang pria, pisau tajam mulai digesekkan mengiris
leher sapi. Hewan besar berbulu coklat dilepaskan dari pegangan 10 orang pria
tadi dan mulai menggelinjang, darah merah segar mengalir keluar, lalu
menghembuskan nafas terakhirnya.
Sapi
yang telah tak bernyawa memasuki tahap selanjutnya untuk dikuliti, dipotong
dagingnya, ditimbang per 1 kg. Kemudian dimasukkan ke kantong plastik untuk
dibagikan kepada yang membutuhkan dengan cara menukarnya dengan kupon.
Nenek
berkerudung merah memasuki rumah dengan dua kantong plastik digenggamannya.
Ternyata yang satunya berisi handuk sapi. Daging dan handuk tersebut mulai
dicuci bersih. Setelah selesai, daging dimasukkan ke kulkas dan handuk siap
kembali untuk diremas. Nenek Halimah rupanya ingin membuat babat gongso pedas.
Berbahan utama handuk sapi, atau yang lebih dikenal dengan babat sapi alias
lambung sapi. Bentuknya seperti lembaran kain tebak saat mentah dan bertekstur
kenal setelah dimasak.
Mengolah
babat tak dapat dibilang mudah. Saat mentah, babat beraroma bau dan berwarna
hitam kusam serta tampak menjijikan sehingga harus diolah dengan cepat. Babat
dapat menjadi alot dan tak kenyal jika pengolahnnya tidak tepat.
Terdapat
empat bagian lambung sapi. Rumean ialah bagian yang paling besar, berbenruk
seperti selimut, rata dan halus. Ada juga babat yang bermotif seperti sarang
lebah, berasal dari bagian retikulum. Jenis babat pada bagian ini menyerap
bumbu lebih mudah dibanding yang lainnya. Babat omasum, berlapis-lapis seperti
lembaran buku dan memiliki permukaan mirip handuk. Babat jenis ini lebih cepat
empuk dibanding jenis babat lainnya. Terkahir babat abomasum, terlihat
berkerut-kerut, babat bagian ini jarang dikonsumsi atau dimasak.
Babat
yang diterima nenek berwarna hijau kusam, abu-abu, dan hitam. Langkah pertama,
ia bersihkan dengan air mengalir, mengosongkan isi perutnya dan meremasnya
dengan garam sambil dikerok dengan sendok. Baru kemudian dibilas kembali dengan
air bersih. Lalu babat direbus ke dalam panci dengan air yang bergejolak. Tidak
lupa dimasukkan daun salam, lengkuas, serai, jahe, dan daun jeruk untuk mengurangi
bau amis pada babat.
Setelah
lebih dari 30 menit perebusan dan babat bertekstur kenyal dan empuk, angkat
babat dari panci dan buang sisa air rebusannya. Potong babat berbentuk dadu
lalu goreng sebentar saja, angkat lalu tiriskan. Bumbu racikan yang telah
dipersiapkan wanita usia 63 tahun itu satu persatu mulai ditumis. Setelah
tumisan berbau harum, babat dimasukkan ke dalam wajan panas berisi tumisan
merah, kemudian diaduk secara merata. Masakan pedas yang menurutnya sudah pas,
ia sajikan ke piring putih lebar dan terakhir ia taburi bawang goreng
diatasnya. Ini dia, babat gongso pedas ala nenek.