Tak banyak manusia yang memiliki kesadaran
akan dunia sosial. Bisa dibilang sangat jarang bahkan sangat langka untuk
didapatkan orang-orang seperti demikian. Apalagi dunia luar yang keras dan
lebih banyak sifat yang sangat individualis dan semua yang serba mandiri.
Akibat hasil dari media massa dan kecanggihan teknologi misalnya, seperti
handphone yang secara fleksibel dapat dibawa kemanapun dan kapanpun. Fungsinya
sebagai alat komunikasi jarak jauh yang memudahkan interaksi yang dapat
dijangkau hanya dengan ketukan layar smartphone terkadang memiliki fungsi
mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.
Dunia kampus sebagai ladang edukasi
sekaligus sebagai tempat mahasiswa mengasah kreativitas dan kepekaan sosial
dapat menjadi pilihan untuk penyaluran aspek afeksi kita terhadap orang lain.
Banyak organisasi-organisasi internal maupun eksternal kampus yang bergerak
pada aspek sosial. Contohnya adalah KSR PMI. Organisasi ini mengkhususkan pada
kesukarelaan dalam menolong orang-orang yang sakit. Mereka menolong orang-orang
tanpa pamrih. Tak banyak orang-orang yang memiliki jiwa seperti demikian.
Contohnya adalah Devi Ula Sartika, seorang
mahasiswi Untirta yang telah mengikuti organisasi KSR PMI Untirta semenjak 2016
lalu. Ia mengaku bahwa ia seringkali kedapatan
menjadi tim kesehatan tiap kali ada acara-acara tertentu. Hal itu yang
membuatnya tergerak ikut dalam organisasi ini, karena dirasanya mendapatkan
manfaat yang besar bagi dirinya karena mengasah sisi kemanusiaannya.
”Kalo ngebantu orang sakit kan kita punya
naluri buat bantu orang, saat orang butuh bantuan kita bantu rasanya seneng.
Dan aku orangnya panikan juga kadang kalo ngebantu ngadepin orang sakit suka
panik duluan tapi itu awal-awal sih, sekarang belajar buat tenang aja”. Tutur
mahasiswi asal tangerang ini ceria.
Selain Devi bergerak di bidang kesehatan,
sebelumnya ia pernah bergelut di organisasi eksternal Cendekiawan Muda
Pergerakan (Cempaka). Disana ia lebih banyak berdiskusi dan kegiatan-kegiatan
pengabdian pada waktu tertentu. Jiwanya lebih menekankannya pada aspek social.
Di organisasi tersebut pula ia kerapkali mengabdi pada masyarakat untuk
membantu hal-hal yang dirasanya masih kurang tertata terlebih seperti
pembangunan, fasilitas dan infrastrukturnya. Disanapun ia lebih seringkali
bercengkrama dengan anak-anak untuk mengajar, karena hal tersebut adalah bagian
dari suatu bentuk pengabdian tersebut.
“Disana lebih banyak pengabdian, lebih
kerasa terjun ke masyarakatnya, apalagi harus ngadepin masyarakat desa-desa
terpencil yang belum banyak terjamah pemerintah”.
Sayangnya keberadaannya di organisasi
tersebut tidak bertahan lama. Hanya
berjalan sekitar beberapa bulan, karena kegiatannya yang terkadang bentrok
dengan waktu kuliah. Karena ia menyadari sebagai mahasiswa, ia memiliki
kewajiban untuk berkuliah dengan baik
karena UKT yang dibayarkannya setiap semesternya. Ia menyayangkan jika ia tidak
berkuliah dengan sebagaimana mestinya, mengingat orang tuanya yang lelah
bekerja keras untuk membiayainya berkuliah.
Untuk kedepannya di KSR, anak dari Bapak
Rupandi dan Ibu Habsoh ini ingin setiap orang memiliki kepekaan sosial, karena
masih banyak orang-orang diluar sana membutuhkan uluran tangan kita dalam
membantu sesama.