Berbagai
macam jenis petasan yang dijajakan oleh pedagang. (BBY)
SERANG
–
Memasuki bulan Ramadan, peredaran petasan mulai menjamur di berbagai daerah
Tanah Air, tak terkecuali Kota Serang. Dari anak-anak hingga orang dewasa
seringkali menggunakan petasan untuk menyambut bulan Ramadan. Ada berbagai
macam jenis petasan, mulai dari petasan tradisional yang biasanya dibuat dari bambu
hingga petasan-petasan yang biasa dijajakan di berbagai penjuru kota, dapat
dengan mudah ditemukan pada saat bulan Ramadan tiba. Berbeda dengan bulan
lainnya, dimana penjual petasan atau pun orang yang membuat sendiri petasan
tradisional cukup sulit ditemui.
Petasan sendiri merupakan
suatu budaya yang berasal dari China. Pada awalnya petasan dimainkan untuk
merayakan suatu acara tertentu seperti perayaan pernikahan dan syukuran dalam
memenangkan peperangan. Sekitar tahun 90an barulah petasan mulai digunakan
untuk menyambut datangnya bulan Ramadan di Indonesia dan berlanjut sampai
sekarang.
Namun penggunaan petasan
tersebut belum dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kebudayaan, menurut
salah seorang pengamat sejarah, M. Rifki, pengertian budaya adalah suatu kebiasaan
yang sudah lama ada, bahkan mungkin sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. ”Perayaan
bulan Ramadan dengan menggunakan petasan merupakan suatu kegiatan yang
terbilang baru di Indonesia. Penggunaan petasan sudah menjadi suatu kebudayaan di
masyarakat Betawi, namun bukan sebagai perayaan guna menyambut Ramadan
melainkan untuk perayaan pernikahan,” sambung alumnus Ilmu Sejarah, Universitas
Padjajaran tersebut, Senin (29/5).
Penggunaan petasan
merupakan sesuatu yang baik untuk mengekspresikan suka cita dalam menyambut
bulan yang penuh berkah bagi seluruh umat muslim di dunia khususnya Indonesia
sendiri. Bagai makan buah simalakama petasan dapat memberikan makna kemeriahan
suatu acara jika digunakan dengan bijak dan akan menimbulkan masalah jika tidak
digunakan dengan semestinya.
Petasan akan berbahaya
bagi orang yang menggunakanya dan menggangu orang di sekitarnya jika tidak
digunakan dengan benar, “Penggunaan petasan dalam hal menyambut datangnya bulan
Ramadan adalah sesuatu yang baik untuk sebuah perayaan, namun tidak dibenarkan
juga jika petasan dinyalakan di tengah keramaian ketika orang-orang sedang
menjalankan ibadah Shalat Tarawih,” ungkap salah seorang mahasiswa yang aktif
diberbagai organisasi islam kampus Untirta, Aan.
Hal lumrah membuat meriah
suasana untuk merayakan sesuatu yang telah dinantikan dan diharapkan dengan
menggunakan petasan. Namun harus diimbangi dengan kesadaran diri untuk berlaku
bijak dalam menggunakanya dengan mempertimbangkan tempat dan waktu yang tepat. (BBY/ESW/YOURNALISTIC)