Terlihat
sekretariat Isbanban yang terletak di Jalan Karya Bhakti 2A No. 99 Serang
Banten (24/5)
Sekretariat ini
biasanya untuk menjadi tempat kumpul anggota Isbanban. (Foto: RPA)
SERANG
– Istana Belajar Anak Banten (Isbanban) adalah gerakan kerelawanan yang
bertujuan untuk memberikan akses serta pendidikan yang berkualitas bagi
masyarakat Banten secara merata. Diawali dengan kegelisahan founder Isbanban
itu sendiri yaitu Panji Aziz Pratama yang melihat akses dan kualitas pendidikan di wilayah pelosok Banten yang
masih jauh dari kata layak, terutama di desa-desanya.
Isbanban
berdiri pada tanggal 10 Februari 2013, dengan anggotanya yang kebanyakan
masih muda berkisar antara 19-25 tahun. Sampai saat ini Isbanban telah memiliki
579 anggota/relawan yang tersebar di 7 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
(Dikutip dari Isbanban.org). Salah satunya adalah Kakak Gadis, seorang
Mahasiswa Untirta ini menjadi salah satu pengajar di Isbanban, Kakak mengajar
di Desa Kaduhejo Pandeglang.
Berawal
dari kesenangan dia terhadap anak kecil yang membuat dia tertarik untuk ikut
Isbanban “Pada awalnya memang saya senang sama anak kecil, dan saya juga senang
berada pada kegiatan-kegiatan sosial,” ujar Kakak, Rabu (24/5).
Yang
membuat para relawan pengajar ini senang adalah antusiasme dan semangat
murid-murid ketika akan belajar “Walaupun kadang saya harus menuju lokasi yang
jauh, tetapi rasa cape diperjalanan itu hilang ketika saya datang ke tempat.
Disana anak-anak sudah menunggu dengan antusias kedatangan para relawan
pengajar,” tambah Kakak.
Tidak
hanya Kakak, masih banyak mahasiswa Untirta lainnya yang juga ikut keanggotaan
Isbanban sebagai pengajar. Ulvia Fitra misalnya, mahasiswa Ilmu Komunikasi
Untirta yang juga ikut sebagai pengajar di daerah Ciracas. Berbeda dengan Kaka,
niat awal Ulvia untuk ikut Isbanban karena dia melihat kakaknya juga yang sudah
menjadi anggota Isbanban “Awalnya liat teteh ngajar, terus saya jadi tertarik
juga. Akhirnya saya mencoba untuk mengajar sendiri masuk Isbanban, ternyata
ngajar anak-anak itu seru,” ungkap Ulvia, Rabu (24/5).
“Pada
saat kita datang kesana, tidak jarang murid-muridnya juga ga ada, mungkin
karena mereka lupa. Tetapi kita sampai datangi kerumah masing-masing untuk
memberitahu dan menjemput anak-anak tersebut. Dan yang saya gasuka juga disana
bahasanya aga sedikit kasar, mungkin faktor lingkungan yang berpengaruh. Tapi
dibalik semua itu ada keseruan dan kepuasan kita karena kita telah berbagi ilmu
dengan mereka,” terang Ulvia.
Dengan
adanya gerakan-gerakan seperti ini diharapkan agar pemerintah bisa lebih
bekerja keras lagi untuk pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. “Yang
pasti inginnya menjadi lebih baik lagi, dan pemerintah harus lebih
memperhatikan tentang pendidikan. Agar pendidikan di Indonesia bisa lebih
merata terutama di banten. Walaupun anak pelosok terbatas dengan fasilitas,
tetapi itu tidak mengurangi semangat belajar mereka,” Tutup Kaka
(RPA/SLV/Yournalistic).