Narasumber
sedang menyampaikan materi pada seminar budaya 2017 yang diadakan oleh UKM
Pandawa Untirta Serang, Selasa (25/04)
SERANG – Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pandawa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa kembali
menggelar seminar budaya, mengingat bahwa seminar budaya merupakan program
rutinan yang dilakukan disetiap tahunnya. Seminar budaya ini dilaksanakan di Auditorium
Gedung B Lantai 3 Universitas Sultan ageng Tirtayasa, Selasa (25/04).
Seminar
budaya pada tahun ini mengangkat sebuah tema yaitu Warisan Budaya Tak Benda
Indonesia “Rampak Bedug dalam Balutan Masa Lalu dan Masa kini”. Pada seminar
inipun menghadirkan tiga narasumber sebagai penyampai materi. Narasumber yang
mengisi materi dalam seminar itu adalah Drs. Ujang Rafiudin, M.Si selaku Kabid
Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Endang Suhendar
selaku Budayawan Banten, dan Dr. Restu Gunawan, M.Hum selaku Direktur Kesenian
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ketua
pelaksana seminar budaya mengatakan bahwa tema yang dibawa pada acara seminar
budaya ini bertujuan agar masyarakat mengetahui sejarah terciptanya rampak
bedug dan cerita awal apa yang terkandung didalamnya sehingga dinamakan rampak
bedug, dan menumbuh kembangkan rampak bedug ke kalangan masyarakat diluar
lingkup dan mensosialisasikan rampak bedug ke kancah nasional maupun
internasional.
Pada
seminar tersebut, Endang Suhendar selaku Budayawan Banten menjelaskan bahwa
rampak bedug merupakan revolusi dari kesenian, Jadi ada suatu perombakan
besar-besaran pada waktu dulu. Ia mengatakan Bedug itu sudah ada dari
dulusebagai media komunikasi karena pada tahun jauh sebelum kemerdekaan,
speaker di masjid itu tidak ada, dan bedug merupakan media komunikasi yang pertama.
“Ketika bedug dipukul satu kali artinya adalah sedang ada peristiwa atau
kejadian besar. Ia juga mengatakan, bedug itu berawal dari anjor yang artinya
mendatangi kampung. Tetapi sebelum dilakukan proses anjor, akan ada satu
pertemuan terlebih dahulu antar kampong untuk menentukan tempat dimana akan
dilakuan pertemuan”, jelas Endang Suhendar dalam seminar itu.
Selain
pembahasan mengenai sejarah awal rampak bedug, dalam seminar itu juga Dr. Restu
Gunawan, M.Hum selaku Direktur Kesenian Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia mengatakan, bahwa sudah banyak kebudayaan dari Indonesia
yang sudah diklaim oleh Negara lain. Ia pun mengajak seluruh masyarakat
Indonesia untuk mencatatkan kekayaan kebudayaannya masing-masing menjadi
warisan budaya nasional dan yang mencatatnya adalah dari Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan. Pemerintah daerah diharapkan untuk mencatatkan budaya tersebut
agar kemungkinan diklaim oleh Negara lain sangat kecil.
Drs.
Ujang Rafiudin, M.Si selaku Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Banten merupakan pemateri terakhir pada seminar budaya 2017. “Kita
sebagai warga Banten harus bangga bahwa rampak bedug sudah dicatat sebagai
warisan budaya tak benda kategori seni pertunjukan dari provinsi Banten pada
tahun 2015” jelasnya.
Antusiasme
dari para peserta seminar sangat baik. Hal ini terlihat dari banyaknya peserta
yang menyimak dengan baik materi yang disampaikan oleh narasumber dan banyaknya
peserta yang memberikan pertanyaan seputar rampak bedug yang telah disampaikan
oleh narasumber pada sesi pertanyaan. Setelah sesi Tanya jawab selesai, seminar
budaya 2017 ini diakhiri dengan foto bersama, pembagian sertifikat oleh panitia
pelaksana kepada narasumber, dan yang terakhir adalah penampilan tarian rampak
bedug dari UKM Pandawa. “Kita berharap bahwa dengan adanya seminar ini
orang-orang akan semakin cinta dengan
budayanya sendiri bukan hanya mencintai budaya dari daerah lain tapi juga kita harus mencintai budaya sendiri
dengan cara yaitu mempelajari,
mengetahui apa itu misalkan rampak bedug itu apa dan seperti apa” ujar
Wawan Dermawan selaku panitia seminar budaya.
“Saya
berharap agar UKM pandawa bisa terus menyelenggarakan acara seminar budaya yang
seperti ini, karena dengan acara seminar
ini akan banyak ilmu bermanfaat yang akan didapatkan oleh siapa saja yang hadir
pada acaranya” kata Fajar sebagai salah satu peserta seminar budaya. (WFS/MEY/YOURNALISTIC)